LAPORAN
PRAKTIKUM PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT TERPADU
ACARA
5
PENGUNAAN
PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
Nama : Rahmad Setiawan
NPM : E1J013062
Prodi : Agroekoteknologi
Kelompok : 4 (Empat)
Dosen : Ir. Tri Sunardi, M.P.
Coas : Kerly Defi Hidayat
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Masalah
yang dilematis di Lingkungan pertanian adalah Penggunaan pestisida kimia
khususnya tanaman Pangan dan Hortikultura. Pemakaian rata-rata petani masih melakukan penyemprotan secara rutin 3-
7 hari sekali untuk mencegah serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan
kegagalan panen. Hampir semua petani melakukan pencampuran 2 – 6 macam pestisida
dan melakukan penyemprotan 21 kali per musim tanam (Adiyoga, 2001). Kebiasaan
tersebut memacu timbulnya dampak negatif: polusi lingkungan, perkembangan
serangga hama menjadi resisten, resurgen ataupun toleran terhadap pestisida. Penerapan
yang berlebihan terhadap pestisida kimia secara akan mencemari lingkungan, maka diperlukan
alternatif pestisida organik (Sudarmo, S.
2005).
Pestisida organik adalah pestisida yang bahan aktifnya barasal dari tanaman
atau tumbuhan, hewan dan bahan oranik lainnya yang berkhasiat mengendalikan
serangan hama pada tanaman. Pestisida organik tidak meninggalkan residu yang
berbahaya pada tanaman maupun lingkungan serta dapat dibuat dengan mudah
menggunakan bahan yang murah dan peralatan yang sederhana (Soenandar et al, 2010). Menurut
Kardinan (2002), karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis pestisida
ini bersifat mudah terurai di alam jadi residunya singkat sekali. Pestisida
nabati bersifat “pukul dan lari” yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama
pada waktu itu dan setelah terbunuh maka residunya cepat menghilang di alam.
Tanaman
atau tumbuhan yang berasal dari alam dan potensial sebagai pestisida nabati
umumnya mempunyai karakteristik rasa pahit (mengandung alkaloid dan terpen),
berbau busuk dan berasa agak pedas. Tanaman atau tumbuhan ini jarang diserang
oleh hama sehingga banyak digunakan sebagai ekstrak pestisida nabati dalam
pertanian organik (Hasyim, A.et al ,
2010). Tanaman yang berpotensi digunakan antara lain daun mimba, daun suren,
kunyit, jahe, mindi, sirsak, srikaya dan tembakau (BPTP Bengkulu,2013).
1.2
Tujuan
1. Mahasiswa dapat membuat ramuan
pestisida nabati dari beberapa tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida
nabati.
2. Mahasiswa dapat mengunakan beberapa
jenis pestisida nabati terhadap beberapa jenis tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pestisida
Nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Pestisida
nabati sudah dipraktekkan 3 abad yang lalu. Pada tahun 1690, petani di Perancis
telah menggunakan perasaan daun tembakau untuk mengendalikan hama kepik pada
tanaman buah persik. Tahun 1800, bubuk tanaman pirethrum digunakan untuk
mengendalikan kutu. Penggunaan pestisida nabati selain dapat mengurangi
pencemaran lingkungan, harganya relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan
pestisida kimia (Sudarmo, 2005).
Penerapan pestisida nabati didasari
kesadaran masyarakat karena adanya dampak buruk dari pestisida kimia yakni
resistensi hama, resurgensi hama, ledakan OPT sekunder, residu pestisida, dan
kesehatan manusia. Pestisida nabati atau organik dipandang ramah lingkungan
sebab prinsip kerjanya merusak perkembangan telur, larva, dan pupa, menghambat pergantian kulit, menganggu komunikasi serangga, menyebabkan
serangga menolak makan, menghambat reproduksi serangga betina, mengurangi nafsu makan, memblokir kemampuan makan serangga, mengusir
serangga (Repellent), menghambat perkembangan patogen penyakit (Prasetiyani,2011).
Sumber pestisida
terutama insektisida alami yang baik dan berpotensi dikembangkan adalah mindi. Mindi (Melia
azedarah L.) termasuk tanaman tahunan tergolong kedalam famili Meliaceae,
berwarna hitam, baunya tidak sedap serta rasanya pahit sekali. Daun mindi
mengandung senyawa glokosida flavonoid dengan aglikon quersetin yang bersifat
sebagai insektisida botanis. Pada umumnya bahan aktif yang terkandung pada
tumbuhan mindi berfungsi sebagai antifeedant terhadap serangga dan menghambat
perkembangan serangga. Daun mindi telah dilaporkan dapat digunakan sebagai
pestisida alami. Ekstrak daun mindi dapat digunakan pula sebagai bahan untuk
mengendalikan hama termasuk belalang. Cara pemanfaatan tanaman ini sebagai
pestisida nabati dapat dilakukan sebagai berikut yaitu daun mindi dipisahkan
dari rantingnya, ditumbuk lalu direndam dalam air dengan konsentrasi 25-50 g/L
selama 24 jam. Larutan yang dihasilkan disaring agar didapat larutan yang siap
diaplikasikan dengan cara disemprotkan(Kartasapoetra, 2000). Mindi
dikelompokkan tumbuhan pestisida serba guna, adalah kelompok tumbuhan yang
tidak berfungsi hanya satu jenis saja, misalnya insektisida saja, tetapi juga berfungsi
sebagai fungisida, bakterisida, moluskisida, nematisida dan lainnya (Huda,
2014).
Mimba
(Azadirachta indica A. Juss) merupakan tumbuhan yang umum ditanam
sebagai tanaman peneduh. Tanaman ini mempunyai potensi yang tinggi sebagai
insektisida botanik. Karena bersifat toksid terhadap beberapa jenis hama dari
ordo Orthoptera, Homoptera, Coleoptera, Lepidoptera, Diptera dan Heteroptera
(Jacobson, 1981). Daun dan biji mimba diketahui mengandung Azadirachtin (Partopuro,
1989; Sudarmadji, 1994). Mengingat tanaman ini tersedia dalam jumlah yang
relatif banyak, maka para ahli biologi di Indonesia sejak tahun 1980-an mulai
banyak yang mencoba menggunakan ekstrak mimba untuk mengendalikan hama tanaman.
Ekstrak mimba dapat dibuat secara sederhana dengan menggunakan air sebagai
pelarut. Salah satu cara pengendalian hama di lapangan ialah dengan
menyemprotnya pada tanaman. Konsentrasi penyemprotan sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan pengendalian hama dan produksi tanaman. Penyemprotan
ekstrak daun mimba secara periodik dan tepat konsentrasi diharapkan dapat
meningkatkan kuantitas dan kualitas tanaman (Bukhari, 2009).
Tumbuhan lain yang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai bahan insektisida nabati dalam pengendalian hama adalah
genus Toona (suren) yang termasuk famili Meliaceae dan belum banyak
dimanfaatkan. Penggunaan insektisida sintetik dalam pengendalian hama memiliki
beberapa keunggulan, diantaranya dapat mengendalikan hama sasaran dengan cepat.
Selain memiliki keuntungan, penggunaan insektisida sintetik juga dapat
menimbulkan dampak negatif, diantaranya dapat menyebabkan resistensi dan
resurjensi hama, terbunuhnya musuh alami dll. Suren dilaporkan memiliki
kandungan bahan surenon, surenin dan surenolakton yang berperan sebagai
penghambat pertumbuhan, insektisida dan anti feedant terhadap larva serangga
uji ulat sutera (Darwiati, 2009) dan ditingkat petani di daerah Jawa Barat suren
telah digunakan untuk pengendalian walang sangit pada pertanaman padi dan
hasilnya cukup baik (Prijono 1999).
BAB
III
METODOLOGI
3.1 Alat Dan Bahan
Alat
Blender
Pisau
Saringan
Timbangan
Telenan
Ember
Bahan
Biji
Mindi 1000 g
Daun
Suren 1000 g
Daun
Mimba 1000 g
Air
3000 ml
Sunligt
3.2
Cara kerja:
Langkah kerja yang dilakukan dalam
praktikum kali ini yaitu :
1. Disiapkan
daun Mimba, daun Suren dan biji Mindi.
2. Memotong
atau mencincang daun mimba dan daun suren secara terpisah.
3. Menimbang
masing masing bahan dengan timbangan sebanyak 500 g.
4. Memblender
masing masing bahan yang telah ditimbang dan menambahkan air 500 ml.
5. Memasukkan
masing masing hasil blenderan ke dalam ember yang berbeda.
6. Mengulangi
langkah ke 4, sehingga bahan yang terpakai air 1 liter dan 1kg bahan pada
masing masing pestisida.
7. Memasukkan
masing masing hasil blenderan kedalam ember yang dipakai pada langkah 5.
8. Menambahkan
air hingga volume pestisida mencapai 5 liter.
9. Menutup
masing masing ember dengan rapat dan dibiarkan 24 jam, keesokan harinya ketika
diaplikasikan disaring dan ditambahkan sunligt sebagai bahan perekat.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
1.
Daun Mimba dan Daun mindi
|
2. Daun
Mimba
|
3.
Biji Mindi
|
4.
Pemblenderan
|
5.
Hasil Pemblenderan
|
6.
Penyimpanan di ember
|
4. 2. Pembahasan
Pembuatan pestisida nabati dilakukan
diawali dengan pengumpulan bahan bahan yang ada disekitar lingkungan
laboratorium Ilmu Hama dan Penyakit Universitas Bengkulu. Bahan yang terkumpul
meliputi daun mimba, daun mindi, daun suren, dan biji mindi. Masing masing
bahan dasar dipisah dalam wadah yang berbeda. Hal ini untuk memudahakan
pemerosesan selanjutnya. Bahan yang terkumpul ini termasuk golongan insektisida
alami. Bahan ini memiliki kriteria khas pada kandungannya sehingga memiliki
efektifitas yang tinggi dalam mengendalikan hama sasaran.
Tahapan selanjutnya setelah bahan
terkumpul maka dilakukan pemotonga atau pencacahan. Pencacahan dilakukan pada
daun mimba dan daun suren. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam
pemerosesan. Tahap pencacahan merupakan salah satu tahap yang tidak mudah sebab
pada saat pencacahan ini kandungan zat kimia dari bahan sangat tercium. Hal ini
menjadikan aroma yang kurang sedap. Zat zat yang keluar dan terurai dalam
atmosfer menyebabkan rasa pusing bagi praktikan yang tidak tahan. Hal ini cukup
menghambat proses pencacahan, sehingga berjalan agak lambat. Hasil pencacahan
tempatkan pada wadah yang berbeda, agar mempermudah proses selanjutnya.
Pembuatan pestisida yang memiliki
kwalitas yang tinggi memerlukan ketelitian. Salah satu ketelitian yang harus
diperhatikan adalah bobot bahan. Proses penimbangan yang dilakukan setiap bahan
yang digunakan dipisah-pisahakn dengan bobot 500 g. Bobot bahan ini ditimbang
sedemikian didesuaikan dengan kapasitas alat pemblender yang disediakan. Pestisida
yang diperlukan untuk masing masing bahan adalah 1000 g, sehingga penimbangan
dilakukan dua kali. Perlakuan selanjutnya sebelum dilakukan pemblenderan
ditambahkan 500 ml air untuk memermudah prosesnya. Pemberian air sebanyak 500
ml ini didasarkan konsentrasi yang sesuai agar tidak terlalu pekat atau encer
jika diblender.
Tahap peracikan pestisida yang terakhir
adalah penambahan air hingga menajdi 5 liter pada setiap bahan, kemudian
didiamkan selama 24 jam. Hal ini dilakukan agar seluruh kandungan dapat
terlalut sempurna dalam air. Kepekatan yang diberikan dengan konsentrasi 5
liter akan memudahkan proses pengluran zat-zat yang menganggu keberadaan OPT.
Ketelitian yang perlu diperhatikan dalam pendiaman larutan pestisida adalah
kerapatan penutupan wadah. Hal ini erat hubungannya dengan penguapan yang akan
terjadi. Penguapan akan mengurangi kandungan zat zat yang menganggu OPT,
sehingga akan berpengaruh terhadap efektivitas pestisida.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pembuatan pestisida hayati yang dilakukan dalam praktikum
ini berbahan biji mindi, daun suren, dan daun mimba. Ramuan yang dibuat dengan
mengekastrak masing masing bahan dengan bobot 1 kg bahan pada 1 liter air. Hasil
pembuatan ramuan difermentasi dalam 24jam agar kandungan zat kimia dapat keluar
secara sempurna pada masing masing bahan.
Aplikasi pestisida dilakukan terhadap 3 tanaman yang telah
ditanam. Penerapannya masing masing tanaman dibagi atas empat kelompok. Aplikasinya
tiga kelompok di semprot dengan tiga ramuan pestisida yang telah disiapkan,
sedang yang satu kelompok sebagai kontrol.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat saya sampaikan
untuk Praktikan diharapkan lebih teliti dan cermat dalam melakukan segala
bentuk praktikum. Selain itu Praktikan diharapkan utuk belajar seputar
percobaan sebelum melakukan percobaan ini. Yang terakhir Praktikan diharapkan
agar selalu semangat dalam menghadapi kesulitan–kesulitan yang ada saat
praktikum.
DAFTAR
PUSTAKA
Adiyoga, W. 1987. Overview of
Production, consumption, and distribution aspect of hot pepper inIndonesia.
Annual Report Indonesian Vegetable Research Institute. Unpublished Report.
Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu. 2013. Petunjuk Teknis Pembuatan
Pestisida Nabati. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu. Kota
Bengkulu.
Bukhari. 2009. Efektifitas
Ekstra Daun Mimba Terhadap Pengendalian Hama Plutella Xylostella L. Pada Tanaman Kedele.Jurnal Sains
Riset.1(1):23-29
Darwiati, W. 2009. Uji Efikasi Ekstrak
Tanaman Suren (Toona Sinensis Merr) Sebagai Insektisida Nabati Dalam
Pengendalian Hama Daun (Eurema Spp. Dan Spodoptera Litura F.).Thesis. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Hasyim, A. W. Setiawati, R. Murtiningsih, dan E. Sofiari. 2010. Efikasi dan
Persistensi Minyak Serehwangi sebagai Biopestisida terhadap Helicoverpa
aemigera . J. Hort. 20(4):377-386
Huda,S. 2014. Pengendali Hayati atau Bio Pestisida Alami. Kumpulan Abstrak Universitas
Airlangga, Surabaya.
Jacobson, M. 1981. Neem research in
the US departement of agriculture: chemical, biologi and cultural aspect
: Natural Pestoicides from the Neem Tree ( Azadirachta indica A.
Juss) edited by Schurmutterer., K.R.S. Ascher, and R. Rembold. German Agency
for Technical Cooporation. German.
Kardinan, Agus. 2002. Pestisida Nabati. Penebar Swadaya
Jakarta
Kartasapoetra, A.G. 2000. Hama
Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi Aksara: Jakarta.
Partopuro, F.P. 1989. Ekstraksi daun
Nimba. Pusat Antar Universitas Ilmu hayati. Institut Teknologi Bandung.
Pasetriyani. 2011. Pestisida Nabati , Mudah , Murah, Dan
Ramah Lingkungan Untuk Mengendalikan
Organisme Pengganggu Tanaman Hortikultura. Jurnal Agribisnis dan Pengembangan. 2(1):34-42.
Prijono D. 1999. Penuntun Praktikum Pengujian Insektisida. Jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Soenandar M, Aeni MN, Raharjo A. 2010. Petunjuk Praktis Membuat Pestisida Organik.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Sudarmadji, D. 1994. Prospek dan
kendala dalam pemanfaatan nimba sebagai insektisida nabati. Hlm. 222-229. Dalam
Prosiding Hasil Penelitian dalam rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. D.
Soetopo (editor). Bogor.
Sudarmo, S. 2005. Pestisida Nabati. Penerbit Kanisius Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar