Transparent Sexy Pink Heart RAKHMAT STW: OUTBREEDING/Pemuliaan Tanaman/Rakhmatstw/UNIB

Rabu, 02 September 2015

OUTBREEDING/Pemuliaan Tanaman/Rakhmatstw/UNIB

LAPORAN PRAKTIKUM PEMULIAAN TANAMAN
ACARA 2
OUTBREEDING



Nama                  : Rahmad Setiawan
NPM                   : E1J013062
Prodi                   : Agroekoteknologi
Hari tanggal        : Senin, 9 Maret 2015
Co’as                  : Oktavia Rahmayanti
Dosen                 : Helfi Eka Saputra, S.P.,M.Si.



LABORATORIUM AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Penyerbukan adalah jatuhnya serbuk sari kekepala putik. Sedangkan pembuahan adalah bergabungnya gamet jantan dan gamet betina. Kriteria klasifikasi yang dipergunakan hanya berdasarkan tingkat penyerbkan sendiri dan penyerbukan silang. Polonasi sendiri sudah barang tentu hanya merupakan salah satu system perbanyakan tanaman dan hanya sebagai salah satu jalan dimana populasi dapat dikawinkan. Didalam group penyerbukan silang jumlah persilangan dari luar adalah sangat penting karena ia memepengaruhi dalam kontaminasi stok pemuliaan. Ada perbedaan yang besar antara jumlah persilangan dengan luar didalam species dari suatu kelompok. Jumlah persilangan dari varietas yang diberikan juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang berubah. (Allard R.W., 1992)
Sistem perkawinan terdapat 2 jenis yaitu, terarah dan acak. Perkawinan dengan sistem acak berarti menurunkan daya produksi dan keturunannya sangat variabel oleh keheterozigotan itu, sedangkan breeding dengan sistem terarah, mengubah frekuensi alel, meningkatkan ekspresi alel-alel baik. Breeding dengan sistem terarah terdiri dari inbreeding dan outbreeding (Yatim, 2003)
Silang luar (biak-luar) yang dikombinasikan dengan pemilihan adalah suatu teknik sangat bermanfaat dalam perbaikan keturunan yang mencakup kepada ciri-ciri yang turun temurun yang sangat bermanfaat (Warwick, 1984). Silang luar dikombinasikan dengan pemilihan adalah suatu teknik yang sangat bermanfaat dalam perbaikan keturunan yang mencakup kepada ciri-ciri yang turun temurun sangat bermanfaat. Silang luar, persilangan murni yang tidak bertalian dengan tanaman yang dikawinkan di dalam keturunan yang sama disebut juga sebagai penyimpangan hasil pemuliaan.
            Outbreeding adalah suatu keadaan dimana tidak terjadinya pembuahan antara sel telur dan sperma pada bunga yang sama. Outbreeding dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik morfologi, genetic (self-inkompabilitas genetic) maupun fisiologi. Faktor morfologi yang dapat menyebabkan outbreeding berkaitan dengan panjanng pendeknya stamen dan stylus. Satu tipe yang mempunyai stylus panjang dan stamen panjang disebut “pin”, sebaliknya apabila stylus pendek dan stamen panjang disebut “thrum”.

1.2.                      Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengenali struktur bunga tanaman yang mengalami outbreeding dan penyebab outbreeding tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Inkompatibilitas (incompatibility) adalah bentuk ketidaksuburan yang disebabkan oleh ketidakmampuan tanaman yang memiliki pollen dan ovule normal dalam membentuk benih karena gangguan fisiologis yang menghalangi fertilisasi. Mekanisme didalam tumbuhan berbunga yang mencegah terjadinya self-fertilisasi akibat dekatnya hubungan antara organ reproduksi jantan dan betina pada bunga yang sempurna (Kao dan Huang, 1994).
Inkompatibilitas dibedakan menjadi dua yaitu inkompatibilitas homomorfik dan  heteromorfik. inkompatibilitas homomorfik : yaitu putik dan benang sari sama panjang. Gametofitik  Terhentinya pertumbuhan tabung tepung sari di dalam putik multi alel. Interaksi antara tepung sari yang haploid dengan sel-sel putik yang diploid. Jika alel tepung sari sama dengan alel putik, maka pertumbuhan tabung serbuk sari terhenti dan sebaliknya. Pada system gametofit , inkompatibilitas terjadi bila serbuk sari dan kepala putik mempunyai alel yang sama. Contohnya persilangan gamet betina S1S2 x jantan S1S2 akan mengalami ketidak cocokkan (inkompatibilitas) karena serbuk sari itu akan membawasalah satu alel S1 atau S2 yang keduanya terdapat pula pada jaringan tangkai putik. Tetapi pada persilngan gamet betina S1S2 x jantan S1S3 akan lebih kompatibel dan menghasilkan keturunan S1S3 dan S2S3 karena gamet jantan membawa S3 yang dapat berfungsi secara normal. Persilangan resiprokal antara tanaman tersebut juga kompatibel dan menghasilkan keturunan S1S2 dan S1S3. secara teoritis persilangan alel yang homozigot tidak mungkin pada gametofit.. (James R.Welsh dan Johanis P.Mogea, 1991)
Sporofitik dikendalikan oleh alel dominant pada putik. Putik yang mempunyai alel tersebut maka pollen tidak dapat tumbuh. System safrofit mengandung bentuk dominansi yaitu S1 yang dominant terhadap seluruh alel lain, S2 juga demikian kecuali terhadap S1 dan seterusnya. Ada mikrosporogenesis semua serbuk sari, sifat genotif akan muncul pada fenotif alel dominant pada jaringan jantan diploid. Misalnya, jantan S1 S2 akan menghasilkan fenotip S1, meskipun disana dijumpai genotip S2. pada gamet betina tidak dijumpai ekspresi dominant dan betina berfungsi sama seperti seperti system gametofit. Pada system saprofit, persilangan gamet betina S1 S2 x jantan S1 S3 adalah tidak cocok inkompatibel karena adanya efek dominansi pada jantan, bahwa kedua serbuk sari S1 dan S2 mempunyai fenotip S1¬. selama S1¬ besifat inkompatibel terhadap jaringan tangkai putik S1 S2 maka tidak akan terjadi pembuahan. Persilangan resiprok juga akan menghasilkan proses yang inkompatibel. (James R.Welsh dan Johanis P.Mogea, 1991)
Outbreeding Heteromorfik. Ada dua tipe: Putik pendek dan benang sari panjang atau disebut pin. Putik panjang dan benang sari pendek atau disebut thrum .  Biji terbentuk jika dua tipe berlainan disilangkan. Biji tidak terbentuk jika dua tipe yang sama disilangkan.  Tipe putik pendek dan benang sari panjang mempunyai alel S yang dominant dan heterozigot (Ss). Tipe putik panjang dan benang sari pendek selalu homozigot resesif (ss). Tumbuhan bunga yang mempunyai bunga dengan pistil dan anter yang menghasilkan ovum maupun polen yang fertil dan viabel tidak selamanya dapat melakukan polinsi sendiri. Seandainya dapat melakukan polinasi tumbuhan tersebut tidak berhasil melakukan fertilisasi, (BAAKPSI UM, 2005.)
Inkompatibilitas dapat disebabkan oleh ketidakmampuan tabung pollen dalam (a) menembus kepala putik, atau (b) tumbuh normal sepanjang tangkai putik namun tidak mampu mencapai ovule karena pertumbuhan yang terlalu lambat. Mekanisme ini mencegah silang dalam (selfing) dan mendorong adanya penyerbukan silang (crossing) (Muhammad. 2005).
Protandri adalah bunga yang benang sarinya lebih dahulu masak. Dengan demikian Bunga tersebut tidak akan mengalami penyerbukan sendiri. Contohnya bunga dari tanaman seledri(Apium graveolens L.), wotel (Daucus corota L), Peterseli (Petroselium crispum Nym.), dan Bawang Bombay(Allium cepa L.) hampir semua tanaman ini mengalami penyerbukan silang (Allard, R. W, 1992).
Potogoni adalah bunga yang putiknya lebih dulu masak daripada benang sari. Bilamana putiknya masak, maka benang sarinya masih sangat muda dan tidak dapat berkecambah. Dengan demikian putiknya tidak mengalami penyerbukan sendiri. Contohnya : Coklat (Theobroma cacao L.), Kubis (Brassica oleracea L. Var.capitata), Apokat ( Persea Americana miller). (Nasir. M, 2001)
Inkompatibilitas sering juga disebut dengan inkompatibilitas sendiri karena yang terhalang adalah self-fertilisasi. terdapat dua jenis inkompatibilitas sendiri (SI) yang berbeda yaitu gametofitik inkompatibilitas sendiri (GSI) dan inkompatibilitas sendiri sporofitik (SSI) (Kao dan Huang, 1994).
Sistem inkompatibilitas sporofitik adalah sistem satu lokus dengan jumlah alel S yang banyak. Berbeda dengan sistem gametofitik, disini alel S memperlihatkan dominansi. Dominansi ditentukan oleh tanaman yang menghasilkan pollen. Jika tanaman memiliki genotipe S1S2 dan S1 dominan terhadap S2 sehingga semua pollen dari tanaman tersebut dapat berfungsi seperti S1; dan pollen dengan alel S1 atau S2 akan inkompatibel dengan tangkai putik S1, tetapi akan kompatibel dengan tangkai putik S2. Kombinasi genetik dari sistem sprofitik banyak dan kompleks. Pada sistem ini, penghambatan perkecambahan pollen atau pertumbuhan tabung pollen terjadi pada permukaan kepala putik, berbeda dengan sistem gametofitik dimana penghambatan pertumbuhan tabung pollen terjadi pada tangkai putik (Betty Lukiati.1998)
BAB III
METODOLOGI
3.1.            Alat Dan Bahan
Alat
Pinset, kaca pembesar, cawan petri.
Bahan
Bunga Bugenvil, Kembang Sepatu, Widilia, Melastoma, Jagung dan beberapa rumput-rumputan.

3.2.            Proserdur Kerja
1.         Untuk outbreeding yang disebabkan oleh factor marfologis, ukuran panjang stamen dan stilus, kemudian tentukan pin dan thrum.
2.         Untuk outbreeding yang disebabkan oleh factor fisiologis, catat selisih umur kematangan antara bunga jantan dan bunga betina.





















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.            Hasil
No
Tanaman
Keterangan
1
Bugenvil
Jenis Outbreeding Fisiologis.
Sebab saat stament masak pucuk bunga berpilin sehingga stament pada benang sari tidak pernah jatuh ke stigma.
2
Kembang sepatu
Jenis Outbreeding Morfologis.
Bunga jenis Thrum.
Sebab stament pada bunga terletak pada bagian bawah stylus, hal ini akan menghambat terjadinya penyerbukan karena harus ada bantuan agen penyerbuk.
3
Widelia
Jenis Outbreeding morfologis
Sebab bunga pada widelia memilki stament yang lebih panjang dari stilusnya sehingga pada bunga widelia bertipe thrum.
4
melastoma
Jenis Outbreeding morfologis
Sebab tanaman ini memiliki bunga bertipe thrum karena stylus lebih pendek dari pada stamennya. Tingkat kematangan putik lebih dulu dari benang sari atau jenis protogeni
5
Jagung
Jenis Outbreeding Fisiologis.
Sebab stament pada jagung cenderung lebih dahulu masak dari pada pistil atau jenis protandri , dengan demikian maka kemungkinan akan menyerbuk silang pada tanaman lain yang pistilnya sudah masak.
6
Tembakau
Jenis Outbreeding Morfologi
Sebab stylus pada bunga ini lebih panjang dari stamennya jenis pin sehingga penyerbukannya harus di bantu oleh agen penyerbuk.
7
Kentang
Jenis Outbreeding morfologis
Sebab tanaman kentang berbunga tipe pin dimana stylus pada bunga lebih panjang dari stamentnya . penyerbukan pada tanaman ini harus di bantu oleh agen penyerbuk.
8
Rumput 1
Jenis Outbreeding morfologi
Sebab rumpt ini memilki tipe thrum karena stamennya menjuntai panjang di atas stylus pad bunga rumput.
9
Rumput 2
Jenis Outbreeding morfologis
Sebab stigma pada rumput ini posisinya lebih rendah dari stamennya. Rumput ini memiliki bunga bertipe pin
10
Rumput 3
Jenis Outbreeding morfologi
Sebab bunga pada rumput ini bertipe thrum atau sebagian bunga jantan dan betina berada pada rumput yang berbeda sehingga akan terjadi serbukan silang.




4.2.            Pembahasan
Objek pengamatan mengalami mengalami outbreeding yang bervariasi. Outbreeding yang di alami oleh objek pengamatan umumnya di bagi menjadi dua jenis yakni morfologis dan fisiologis. Outbreeding jenis morfologis biasanya di tandai dengan perbedaan letak organ generatif pada tanaman atau tumbuhan tersebut. Tipe outbreeding fisiologis di tandai dengan adanya perbedaan masa kesiapan pada dua organ generatif tanaman.
Tipe outbreding yang di sebabkan oleh faktor morfologis pada pengamatan ini lebih dominan di temukan dari pada tipe outbreeding fisilogis. Tipe outbreeding morfologis pada pengamatan ini di temukan dua jenis yaitu tanaman berbunga thrum dan tanaman berbunga pin. Tanaman outbreeding dengan jenis bunga thrum dapat di temukan pada tanaman kembang sepatu, widelia, melastoma, rumput 1, dan rumput 3. Tipe ini di tandai dengan panjang stylus lebih panjang dari stamen atau putik berada di atas letaknya dari benang sari, tipe ini biasanya di bantu oleh serangga dalam penyerbukan.
Outbreeding pada tanaman dengan tipe bunga pin dapat kita jumpai pada objek pengamatan yaitu pada tanaman tembakau, kentang dan jenis rumput 2. Bunga pada tanaman ini memilki ciri stamen bunga lebih panjang dibandingkan stylus bunga. Tanaman dengan tipe ini dalam penyerbukannya di bantu oleh serangga untuk menyerbuk sendiri, dan di bantu oleh angin dalam penyerbukan silang. Penyerbukan lebih dominan terjadi serbuk silang sebab polen lebih mudah terbang ke pohon tanaman lain akibat tertiup oleh angin.
Outbreeding fisiologis dalam praktikum ini kita dapat amati pada tanaman jagung. Hal ini dapat kita lihat berdasarkan kematangan polen dengan kesiapan ovule yang berbeda. Tanaman jagung memiliki polen yang lebih cepat masak daripada ovele, sehingga pada tanaman jagung akan menyerbuk silang. Tanaman jagung merupakan tanaman yang memilki tipe outbreeding fisiologis protandri karena polen lebih dulu masak dari ovule pada putik.
Outbreeding fisiologis juga terjadi pada bunga bugenvil, bunga ini mengalami pilinan pada pucuk bunga ketika stament telah masak. Hal ini menyebabkan polen dari stament tidak dapat bertemu dengan ovule. Outbreeding ini menyebabkan tidak ada penyerbukan yang terjadi dalam bunga bugenvil, akibatnya ovule tidak akan membentuk biji dalam perkembangan selanjutnya.






BAB V
PENUTUP
5.1.            Simpulan
Berdasarkan pembahasan hasil dapat disimpulkan bahwa bunga yang mengalami outbreeding biasanya mengalami perbedaan dalam organ generatifnya. Perbedaan ini dapat berupa perbedaan letak, kematangan, posisi putik dan benang sari. Faktor kesiapan dapat berupa perbedaan kesiapan organ generatif, salah satu lebih dulu matang atau yang satu lebih lambat matang. Faktor outbreeding fisiologis lain, adanya gerakan berpilin pada pucuk bunga yang menyebabkan polen tidak bisa bertemu dengan ovule.


























DAFTAR PUSTAKA
Allard, R. W, 1992. Pemuliaan Tanaman. Jakarta: Rineka Cipta.
BAAKPSI UM.2005. Pemuliaan Tanaman. Malang: Universitas Negeri Malang
Betty Lukiati. 1998. Inkompatibilitas Seksual. Institut  Pertanian Bogor
James R.Welsh dan Johanis P.Mogea. 1991.Dasar-dasar genetika dan pemuliaan tanaman . Jakarta : Erlangga.
Kao dan Huang.1994. Gametophytic  self-incompability: a mechanism for self / non self discrimination during sexual reproduction. Plant physiol. 105:461-466
Muhammad. 2005. Pengantar Pemulyaan Tanaman. Departemen Agronomi Dan Hortikultura: Fakultas Pertanian.
Nasir. M, 2001. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Depatemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Warwick., E. J. & J. E. Legates. 1984. Breeding and Improvement of farm animal. McGraw-Hill Publishing, New Delhi.

Yatim, W. 2003. Genetika. Tarsito : Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar