LAPORAN PRAKTIKUM
PRODUKSI TANAMAN PANGAN
ANALISIS USAHA TANI PADI
Oleh:
Nama :
Rahmad Setiawan
NPM :
E1J013062
Kelompok(Shift) : 3 (B1)
Kelas :
C
LABORATORIUM AGRONOMI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia selama ini dikenal
sebagai negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga
sangat potensial untuk pengembangan usaha agribisnis di era globalisasi saat
ini. Usaha ini diharapkan mampu memberi kontribusi besar terhadap sektor
pertanian dalam meningkatkan perekonomian. Pembangunan sektor pertanian sebagai
sektor pangan utama di Indonesia sangat penting dalam pembangunan Indonesia.
Hal ini karena lebih dari 55% penduduk Indonesia bekerja dan melakukan
kegiatannya di sektor pertanian dan tinggal di pedesaan (Notarianto, 2011)
Padi merupakan komoditas yang
strategis dan penting, sehingga produksinya dari tahunke tahun harus terus
meningkat seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat. Pemerintah
telah menetapkan tujuan pembangunan tanaman pangan untuk menjawab tantangan
global yang ada yaitu : (1) meningkatkan produksi tanaman pangan dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan nasional, (2) meningkatkan kesempatan kerja dan
berusaha, (3) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani serta pelaku
agribisnis lainnya terutama di pedesaan (Kasim, 2004).
Sepanjang sejarah Indonesia, peran
ekonomi, sosial, dan geopolitik mempengaruhi pertumbuhan produksi padi. Sistem
produksi padi ini pun sangat rentan terhadap penyimpangan iklim. Berdasarkan
hal tersebut, beberapa hal yang mendasar dari perkembangan sejarah pertanaman
padi memberikan tantangan dan arah produksi serta sistem yang mempengaruhinya.
Jumlah penduduk yang sangat besar, saat ini sudah berkisar 250 juta jiwa,
tentunya tidak mudah untuk memenuhi kecukupan pangan beras yang saat ini
semakin terdesentralisasi serta membutuhkan dana besar. Koordinasi yang
melibatkan institusi lintas kementerian dan lintas daerah tidaklah cukup, peran
petani dan kelembagaan petani yang telah ada perlu diberdayakan dan terus
dikembangkan (Irawan, B. 2005.)
Laju peningkatan
produktivitas padi sawah secara nasional dalam beberapa tahun terakhir cenderung melandai. Bahkan di beberapa lokasi produktifitasnya cenderung turun disertai merosotnya kualitas
hasil. Data BPS menyebutkan bahwa pertambahan produksi
padi nasional tahun 1974 sampai dengan 1980
sebesar 4,8% per tahun, sedangkan pada dekade 1981-1990
sebesar 4,35%. Angka tersebut kembali turun pada dekade
1991-2000 menjadi sebesar 1,32%. Peningkatan produktivitas atau ratarata
produksi padi perhektar secara nasional juga mengalami
penurunan. Rata-rata peningkatan
produktivitas padi secara nasional tahun 1973-1980 adalah 0,29%
tahun 1981-1990 sebesar 3,03%, sedangkan pada tahun
1991-2000 mengalami penurunan
menjadi 1,15%, bahkan pada beberapa tahun bernilai negatif (Susanto,
2003).
Faktor yang berpengaruh dalam fluktuasi
hasil padi cukup beragam baik secara eksternal maupun internal. Faktor internal
biasanya berkaitan dengan varietas yang dibudidayakan. Faktor eksternal
berkaitan dengan manajemen lingkungan misalkan iinput pupuk. Efisiensi penggunaan hara pupuk adalah
bagian yang sangat penting dalam sistem pertanian padi intensif. Sistem ini
disamping menghasilkan efisiensi agronomi, juga dapat meningkatkan efisiensi
ekonomis dan memberi dampak positif bagi kesehatan lingkungan (karena
penggunaan hara/pupuk menjadi lebih rasional dan terkendali). Waktu dosis
pemupukan akan menjadi lebih efisien dan efktif karena pupuk N hanya diberikan
saat diperlukan tanaman (Mudjisihono, 2004).
Faktor eksternal yang sering
menjadi penghambat dalam budidaya adalah adanya serangan dari OPT. Salah satu
kendala dalam upaya peningkatan produktivitas padi adalah kerusakan yang
disebabkan oleh serangan penggerek batang padi. Di Indonesia ada enam jenis
yaitu penggerek batang padi putih (Scirpophaga innotata), penggerek
batang padi kuning (Scirpophaga incertulas), penggerek batang padi merah
jambu (Sesamia inferens), penggerek batang padi bergaris (Chilo
supressalis), penggerek batang padi Chilo polychrysus dan penggerek
batang padi Chilo auricilius (Kalshoven, 1981). Gejala serangan
pada tanaman padi fase vegetatif disebut dengan sundep dan pada fase
generatif disebut beluk. Pada fase vegetatif awal sampai mencapai
kerusakan hingga 30% tidak akan menyebabkan kehilangan hasil terutama bagi
varietas yang mampu membentuk anakan banyak selama fase vegetatif dan selanjutnya
menjadi anakan produktif.
Hama yang lain biasanya adalah
keong mas, hama ini menyerang saat tanam padi sawah. Habitat sawah sesuai bagi
perkembangan keong mas dan populasinya meningkat dalam waktu yang relatif
cepat, sehingga cepat pula merusak tanaman padi. Oleh karena itu, keong mas
telah berubah status dari hewan peliharaan menjadi hama padi. Pada tingkat
serangan yang berat, keong mas mampu merusak banyak rumpun tanaman padi,
sehingga petani harus menyulam atau mananam ulang. Luas areal pertanaman padi
yang dirusak keong mas pada tahun 2007 mencapai lebih dari 22.000 ha
(Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2008).
Peningkatan produktifitas dapat
dicapai jika ada upaya intensif dan perhatian lebih dari segala bidang
pengembangan padi. Optimasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah
satu peluang peningkatan produksi gabah nasional. Hal ini sangat dimungkinkan
bila dikaitkan dengan hasil padi pada agroekosistem ini masih beragam antar
lokasi dan belum optimal. Rata-rata hasil 4,7 t/ha, sedangkan potensinya dapat
mencapai 6 – 7 t/ha. Belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah, antara
lain disebabkan oleh; a) rendahnya efisiensi pemupukan; b) belum efektifnya
pengendalian hama penyakit; c) penggunaan benih kurang bermutu dan varietas
yang dipilih kurang adaptif; d) kahat hara K dan unsur mikro; e) sifat fisik
tanah tidak optimal; f) pengendalian gulma kurang optimal (Makarim, 2000). Berdasarkan permasalahan ini perlu
diketahui bagaimana praktik pembudidayaan tanaman pangan terutama padi. Hal ini
berkaitan dengan manajemen budidaya dalam rangka optimalisasi hasil padi.
1.2.
Tujuan
1. Melakukan survey dan
menentukan kesesuaian teknik budidaya padi dalam rangka optimalisasi hasil dan
pendapatan petani.
2. Menentukan kriteria
kelayakan budidaya padi oleh petani dilapangan berdasar analisis ekonominya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman
padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan penting yang
telah menjadi makanan pokok lebih dari setengah penduduk dunia. Di Indonesia,
padi merupakan komoditas utama dalam menyokong pangan masyarakat. Indonesia
sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan dalam
memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Oleh karena itu, kebijakan ketahanan pangan
menjadi fokus utama dalam pembangunan pertanian. Menurut data BPS (2013),
konsumsi beras pada tahun 2013 mencapai 139 kg kapita-1 tahun-1 dengan jumlah
penduduk 237 juta jiwa, sehingga konsumsi beras nasional pada tahun 2011
mencapai 34 juta ton. Kebutuhan akan beras terus meningkat seiring dengan laju
pertumbuhan penduduk yang lebih cepat dari pertumbuhan produksi pangan yang
tersedia.
Kendala
dan tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional adalah
kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya lahan dan air. Konversi lahan pertanian
untuk kegiatan non pertanian terutama di Jawa menyebabkan produksi pertanian
semakin sempit. Dalam hal ini, sektor pertanian menghadapi tantangan untuk
meningkatkan efisiensi dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya lahan.
Peningkatan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatan efisiensi pertanaman
melalui pengaturan sistem tanam dan mengefisienkan umur bibit di lahan
persemaian. Pengaturan sistem tanam dan umur bibit yang tepat, serta penggunaan
varietas unggul padi selain efektif dalam pertumbuhan tanaman juga efisien
dalam waktu dan mendapatkan produktivitas yang optimal( Anggraini, 2013).
Tanah sawah yang ditanami padi
tiga kali setahun, yakni padi-padi-padi, akan tergenang terus-menerus sepanjang
tahun. Sawah dengan pergiliran tanaman padi-padi-palawija, setiap tahunnya
mengalami masa tergenang yang lebih lama dibandingkan dengan masa kering.
Sedangkan sawah dengan pola tanam padi-palawija-bera, mengalami masa tergenang
lebih singkat dibandingkan masa keringnya. Akibat adanya perbedaan pola tanam,
yang menyebabkan perbedaan lamanya penggenangan tersebut, maka terjadilah
perbedaan sifat-sifat morfologi tanah sawah. Sifat-sifat tanah sawah, termasuk
sifat morfologinya, juga berubah setiap musim akibat penggunaan tanah yang
berbeda (Al-Jabri, 1990).
Umur pindah bibit tanaman padi
harus tepat untuk mengantisipasi perkembangan akar yang secara umum berhenti
pada umur 42 hari sesudah semai, sementara jumlah anakan produktif akan
mencapai maksimal pada umur 49-50 hari sesudah semai (Astri, 2007). Penanaman
bibit muda memiliki beberapa keunggulan, antara lain tanaman dapat tumbuh lebih
baik dengan jumlah anakan cenderung lebih banyak dan perakaran bibit berumur
kurang dari 15 hari lebih cepat beradaptasi dan cepat pulih dari cekaman akibat
dipindahkan dari persemaian ke lahan pertanaman (BPTP Jambi, 2009).
Budidaya tanaman padi dilakukan
pada sawah irigasi teknis, sawah irigasi sederhana, sawah tadah hujan, lahan
rawa, lahan tegal, dan lahan pasang surut. Lahan sawah merupakan tempat
tumbuhnya tanaman padi yang utama. Budidaya padi di sawah irigasi dilakukan dua
kali dalam setahun, bahkan pada lahan sawah yang sulit pengaturan drainasenya
dilakukan penanaman padi tiga kali dalam setahun, dikenal densan IP Padi 300.
Permasalahan yang terjadi dilapangan penanaman padi yang terus-menerus
dilakukan dengan varietas yang sama, akan berakibat terhadap penurunan
produktivitas. Varietas telah lama dikembangkan lambat laun akan terjadi
masalah yaitu terhadap serangan hama penyakit tanaman, selain itu terjadi
penunrnan produktivitas, walaupun penumnan akibat banyak faktor ( Suharno et al, 2010).
Kebutuhan air pertanian meliputi
kebutuhan air konsumtif tanaman, efisiensi irigasi, pengolahan awal tanam dan
laju perkolasi separuhnya dipenuhi oleh curah hujan, sedang separuh lainnya
dari irigasi. Kebutuhan air irigasi ini dipenuhi dari aliran sungai dan waduk
dalam keadaan tanpa kendala, yaitu pada musim hujan atau segera sesudah musim
hujan. Pemberian air irigasi adalah 0,54 liter/detik/ha selama masa tumbuh
tanaman dan 100-150 hari atau setara dengan kebutuhan air sebesar 5.750
m3/musim tanam/ha. Dengan pertimbangan hal tersebut, kebutuhan air pertanian
sepenuhnya ditentukan oleh potensi sumberdaya air wilayah (Swastika, 2007).
Pengendalian hama penyakit pada
padi sawah diharapkan menggunakan prinsipprinsip dalam pengendalian hama
terpadu. Keberhasilan usaha penerapan konsep pengendalian hama dan penyakit
kepada petani tidak bergantung dari penyuluh atau tempat yang memberi bimbingan
mengenai pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit akan tetapi juga bergantung
kepada petani sebagai penerima dan pelaksananya (Natawigena, 1990).
Peningkatan produksi pertanian di
Wilayah Indonesia lebih dititik beratkan pada peningkatan produktivitas
dibandingkan dengan penambahan luas lahan. Pemerintah daerah dalam melakukan
perhitungan produksi tanaman padi menggunakan cara yang dikenal sebagai tanaman
pangan. Hasil menentukan tingkat produksi secara keseluruhan. Pengetahuan
tentang variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi hasil padi, dapat
digunakan sebagai perencanaan dan evaluasi terhadap program pembangunan
pertanian daerah untuk lebih meningkatkan produksi pertanian. Penanganan faktor
produksi saat proses penanaman dan perawatan seperti jumlah bibit, jumlah
rumpun penanaman, pupuk yang digunakan, obat-obatan, penanganan organisme
penggangu tanaman (OPT), serta pengetahuan petani mempunyai pengaruh terhadap
hasil pertanian. Hal ini tentu memberikan dampak langsung terhadap hasil ubinan
padi yang dilakukan. Pengetahuan petani yang minim tentang ubinan dan faktor
produksi yang mempengaruhinya membuat produktivitas tanaman padi tidak
meningkat secara signifikan (Wirawan, 2014).
Ditinjau dari efektifitas dan
penghasialan pada umumnya para petani padi tergolong rendah. Faktor faktor yang
mempengaruhi rendahnya pendapatan petani menurut Mafor (2015) adalah
1.
Status
penguasaan lahan dibagi menjadi tiga, yaitu petani pemilik, petani penyewa dan
petani penyakap.
2.
Luas lahan
ialah luas areal tanam padi, di ukur dalam satuan hektar (Ha).
3.
Produksi
padi dalam jumlah yang dihasilkan dalam satu musim tanam, ukur dalam (ton/GKP).
4.
Penggunaan
Pupuk Urea dan pupuk Ponska di ukur dalam satuan (Kg).
5.
Penggunaan
Pestisida di ukur dalam satuan (L).
6.
Tenaga
kerja adalah jumlah seluruh tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi padi per
hari, di ukur dalam satuan (HOK).
Hasil penelitian Dobermann dan
Fairhurst (2000) menyatakan bahwa pada umumnya petani padi di lahan sawah
irigasi hanya dapat mencapai produksi <60% dari potensi hasil genetis di
suatu tempat dengan kondisi iklim tertentu. Faktor iklim menyumbang variasi
hasil sebesar 10% dari hasil maksimum padi varietas unggul di daerah Asia
Selatan dan Asia Tenggara. Pada musim kemarau hasil gabah tercatat sekitar 10 t
ha-1, sedangkan pada musim hujan sebesar 7-8 t ha-1. Penurunan produksi ini
disebabkan pada musim hujan, radiasi matahari lebih rendah dan kelembapan
tinggi menyebabkan penyakit tanaman meningkat.
BAB III
METODOLOGI
3.1.
Alat dan Bahan
· Alat tulis
· Draf pertanyaan
· Narasumber
3.2.
Prosedur Kerja
1. Mahasiswa mendatangi lahan pertanian
atau rumah petani yang tempatnya telah ditentukan oleh dosen.
2. Mahasiswa menentukan
nasumber dilahan pertanian atau dikelurahan sesuai tempat yang telah
ditentukan.
3. Mahasiswa melakukan
wawancara mengenai budidaya yang diusahakan oleh petani tersebut.
4. Mahasiswa mencatat hasil
wawancara dalam kertas kerjanya
5. Melakukan dokumentasi
pendukung wawancara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
A.
Identitas Surveyor
Nama
Praktikan : Rahmad setiawan
NPM :
E1J013062
Shift : B1 (RABU PUKUL 08:00-10:00 WIB)
Tanggal Pel. : 20 November 2015
Lokasi Survey : Kelurahan Rawa
Makmur
B.
Identitas Responden
Nama Petani : Hindarman
Umur
: 30 tahun
J.Tanggungan : 1 Orang
Pendidikan : SMA
Alamat :
Kampung Kelawi Jalan Kalimantan Rawa Makmur
Lama Bekerja : 3 Tahun (Petani)
Komoditas : Padi
Luas Lahan : ½ Hektar
Status Lahan : Milik Sendiri
C.
Peubah Pengamatan
No
|
Sumber
Benih
|
Jenis
|
Jumlah
|
Harga (Rp)
|
Total
(Rp)
|
1
|
Jenis
Pupuk
|
1.
Urea
2.
Phonska
|
50 kg
50 kg
|
-
-
|
100.000
150.000
|
2
|
Sumber Benih
|
Lokal
(Impari 8)
|
12 kg
|
Semai Sendiri
|
|
3
|
Jenis
Pestisida
|
1.
Decis
2.
rodensia
|
1 botol
1 bungkus
|
25.000
15.000
|
25.000
15.000
|
4
|
Kegiatan
Usahatani
|
1.
Pengolahan tanah
2.
Penanaman
Semai
penanaman
3.
Perawatan
-
Pemupukan
-
Penyemprotan
4.
Pemanenan
5.
pengeringan
|
3 HOK
18 HOK
1 HOK
2
HOK
2
HOK
2 HOK
2 HOK
|
166.667
1
x 30.000
3
x 50.000
=
150.000
1
x 75.000
1
x75.000
3
x 50.000
1
x 50.000
|
500.000
30.000
150.000
75.000
75.000
300.000
100.000
|
5
|
Jenis
Peralatan Yang Dipakai
1.
Pengolahan tanah
2.
Penanaman
3.
Perawatan
-
Pemupukan
-
Penyemprotan
4.
Pemanenan
5.
Pengeringan
|
Traktor
Manual
Manual
Manual
Sprayer
Manual
(Sabit)
Manual
|
1
Buah
3
Orang
1
Buah
4
Buah
|
|
|
6
|
Produksi yang
dicapai
|
|
1,8 ton
|
4.000
|
|
7
|
TOTAL BIAYA
PRODUKSI
= Rp. 1.520.000 (C)
|
Produksi yang dicapai 1,8 ton. Harga satu kilo Rp. 4.000
1800
Kg x Rp. 4000/kg = Rp. 7.200.000
= Rp. 7.200.000(P)
B
= P-C
B
= Rp. 7.200.000 – Rp 1.520.000
= Rp 5.680.000 (B)
=
= Rp. 1.893.000 / Bulan
B/C ratio =
= 3,7
(layak diusahakan)
4.2.
Pembahasan
Hasil survei tanaman pangan di
kelurahan Rawa Makmur petani yang praktikan temui adalah pembudidaya padi.
Pengalaman sebagai petani cenderung masih belum terlalu lama yakni 5 tahun. Hal
ini berkaitan dengan usia narasumber yang masih muda, adapun tangunggan
narumber adalah 1 orang yakni sang istri. Pekerjaan pertani dipilih oleh
narasumber sebab pekerjaan ini merupakan pekerjaan turun temurun dari orang
tua. Disisi lain perlunya untuk memenuhi kebutuhan pokok akan beras yang
semakin mahal membuat narasumber berusaha memenuhinya dengan berbudidaya
sendiri.
Lahan
yang diusahakan oleh narasumber tergolong cukup luas yakni 0,5 Ha. Hal ini
mengingat letak lahan didaerah yang tergolong wilayah perkotaaan. Lahan yang
dibudidayakan merupakan lahan milik sendiri yang diperoleh dari orang tua
narasumber. Dengan demikian keuntungan dari usaha yang dikembangkan sepenuhnya
menjadi hak narasumber. Lahan tersebut sepenuhnya dibudidayakan dalam
pengembangan padi secara monokultur. Hal ini menurut narasumber lebih menguntungkan,
selain itu memang peruntukan wilayah lahan ini meang dibuka untuk persawahan,
saehingga tidak dialih fungsikan. Pemanfaatan lahan sebenarnya menurut
penyurvei dapat dikombinasikan atau diintegrasikan dengan tanaman hortikultura
dipingir pematang hal ini saya nilai ekonomis sebab dapat meningkatkan potensi
lahan yang ada dan dapat meningkatkan keuntungan.
Padi
dipilih sebagai komoditi utama oleh narasumber sebab kebutuhan padi di
Indonesia yang masih tinggi, serta dinilai harga padi akan semakin naik seiring
pertambahan penduduk. Disisi lain memang lahan tersebut sebelumnya dikembangkan
untuk budidaya padi yang dinilai mudah dalam perwatannya. Pengetahuan tentang
budidaya padi juga menjadi alasan sebab kembangkan tanaman padi pada laghan tersebut.
Serangan OPT pada padi dinilai hampir sama setiap tahun, hal ini dianggap lebih
mudah ditangani oleh petani padi daripada mengembangkan komoditi lain yang
serangan OPTnya tidak diketahui pengendaliannya.
Pengelolaan
tanaman padi yang dilakukan oleh narasumber tergolong pertanian moderen yang
kurang ramah lingkungan. Hal ini didasarkan pada input yang digunakan dalam
budidaya tergolong bahan kimia sintetik. Hal ini da-pat kita amati dari input
pertama seperti pemupukan dan pengendalian opt dilakukan dengan bahan kimia.
Hal ini tentu saja kurang baik sebab pada dasarnya pengunaan bahan kimia secara
terus menerus akan menurunkan produktifitas lahan. Berdasarkan hal ini
sebenarnya perlu dialakuakan sosialisasi dalam manajemen pertanian padi yang
ramah lingkungan. Hal ini berkaitan dengan perkembangan jumlah penduduk dan
penyusutan area pertanian. Budidaya yang tidak memerhatikan lingkungan tentu
akan menningkatkan biaya produksi setiap tahunnya.
Tercatat
berdasarkan hasil wawancara bahwa input produksi dalam Satu kali tanam sebesar
Rp. 1.560.000. nilai input ini dilai cukup tinggi hali ini berkaitan dengan
hasil yang diperoleh dalam satu kali musim tanam. Teknologi pembudidayaaan yang
dipilih oleh narasaumber sudah moderen walaupun hanya pada tahap awal persiapan
lahan, tahap selanjutnya mengunakan teknologi tradisional dan manual. Teknik
tanam yang dikembangkan sudah sesuai dengan perkembangan budidaya walaupun
belum sepenuhnya yang terbaru. Bibit yang digunakan pada budidaya masih bibit
lokal sehingga hasil tanamnya krang optimal. pemilihan bibit tanam perlu
diperhatiakn sebab berkaitan dengan nilai keuntungan yang akan diperoleh.
Pendapatan
hasil budidaya berdasarkan analisis ekonomi layak diusahakan, sebab nilai P
> C. Hasil ini sebenarnya sudah cukup bagus, namun secara kuantiti
produksilahan masih belum optimal sebab masih bnayaknya faktor produksi yang
kurang dioptimalkan oleh narasumber. Nilai jual hasil panen saat panen
sebenarnya tinggi namun saat panen sering terjadi perubahan iklim yang cukup drastis
sehingga produksi padi menurun.
Subsidi
pupuk maupun benih sebenarnya sudah tepat namun pelaksananannya dlapangan saja
yang kurang baik. Hal ini dapat ditinjau bahwa tidak semua petani mengetahui
adanya subsidi benih oleh pemerintah, sehingga petani memilih benih yang memang
sudah setapa tahun dikembangkan. Disisi lain penyebaran beih dan pupuk subsidi
oleh pemerintah yang tidak menentu membuat petani menjadi binggung sehingga
petani memilih pupuk dan benih yang ada. Kaitanya dalam hal subsidi puuk sebenarnya
sangat membantu petani jika ketersediaannya tetap dan pasti.
BAB V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil survey bahwa pembudidayaan padi oleh
petani adalah:
1.
sudah mengunakan teknik dan teknologi yang cukup moderen
sesuai perkembangan pertanian Indonesia.
2.
Analisis ekonomi mebunjukkan budidaya layak dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jabri, M.,
Soepartini, dan Didi Ardi S. 1990. Status hara Zn pada lahan sawah. hlm.
427-464 dalam Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk.
Cisarua, 12-13 Nopember 1990. Puslittanak-Badan Litbang Pertanian
Anggraini, F. 2013. Sistem
Tanam Dan Umur Bibit Pada Tanaman Padi Sawah (Oryza Sativa L.) Varietas
Inpari 13. Jurnal Produksi Tanaman . 1(2):52-61
Astri, D., Sugiyanti. 2007. Optimasi Jarak
Tanam dan Umur Bibit Pada Padi sawah. Skripsi. Universitas Gadjah mada,
Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik .2013. Produksi Tanaman Padi
Seluruh Provinsi. http://bps.tnmnpgn.go.id. Diakses tanggal 30 Nov 2015.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. 2009. Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Departemen Pertanian. Jambi.
Direktorat
Perlindungan Tanaman Pangan, 2008. Luas Serangan Siput Murbai pada Tanaman Padi
Tahun 1997- 2006, Rerata 10 Tahun dan Tahun 2007”. Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan. Jakarta.
Dobermann, A.
and T. Fairhurst. 2000. Rice: Nutrient Disorder and Nutrient Management.
International Rice Research Institute – Potash & Phosphate Institute (PPI)
- Potash & Phosphate Institute of Canada (PPIC).
Irawan, B.
2005. Konversi Lahan Sawah Menimbulkan Dampak Negatif bagi Ketahanan Pangan dan
Lingkungan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 27(6). Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Kalshoven, L.
G. E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Revised And Translated by P. A.
Van Der Laan, University of Amsterdam With The Assistance Of G. H. L.
Rothschild, CSIRO, Canberra. P.T. IchtiarBaru-Van Hoeve. Jakarta.
Kamil, J. 1982. Teknologi
Benih. Penerbit Angkasa Raya Padang; 232 hlm.
Kasim, M. 2004. Manajemen penggunaan air. Meminimalkan
penggunaan air untuk meningkatkan produksi padi sawah melalui Sistem
Intensifikasi padi (The System of Rice Intensification, SRI). Makalah
Pengukuhan Guru Besar pada Universitas Andalas Padang.
Mafor. K. I.
2015. Analisis Faktor Produksi Padi Sawah Di Desa
Tompasobaru Dua Kecamatan Tompasobaru. Skripsi. Universitas Samratu Langi,
Manado.
Makarim.2000. Konsep dan Stategi Peningkatan Produksi
Pangan. Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV. Bogor.
Mudjisihono,
2004. Budidaya Padi Varietas Unggul Baru dan Varietas Unggul Tipe Baru di
Daerah Istimewa Yogyakarta. BPTP, Yogyakarta.
Natawigena.
1990. Pengendalian Hama Terpadu. CV. Armico. Bandung.
Notarianto.2011.
Analisis Efisiensi Penggunaan
Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Padi Organik Dan Padi Anorganik.Skripsi. Universitas Diponegoro,
Semarang
Suharno,
Nugrohotomo, Bharoto, Dan Koeswini. 2010. Daya Hasil Dan Karakter Unggul
Dominan Pada 9 Galur Dan 3 Varietas Padi (Oryza Satival.) Di Lahan Sawah
Irigasi Teknis. Jumal llmu-ilmu Peftanian. 6(2) :165-184
Susanto. 2003.
Kajian Alternatif Paket Teknologi Produksi Padi Sawah. Balitbang, Puslitbang,
Bogor.
Swastika. 2007. Analisis Kebijakan Peningkatan
Produksi Padi Melalui Efisiensi Pemanfaatan Lahan Sawah Di Indonesia. 5(1) :
36-52
Wirawan.2014.
Analisis Produktivitas Tanaman Padi
di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Jurnal Manajemen
Agribisnis. 2( 1):76-90
Tidak ada komentar:
Posting Komentar