Transparent Sexy Pink Heart RAKHMAT STW: Budidaya Kacang Tanah Dengan Beberapa Cara Aplikasi Pengapuran-Produksi Tanaman Pangan/Rakhmat Stw/UNIB

Sabtu, 20 Februari 2016

Budidaya Kacang Tanah Dengan Beberapa Cara Aplikasi Pengapuran-Produksi Tanaman Pangan/Rakhmat Stw/UNIB



LAPORAN PRAKTIKUM
PRODUKSI TANAMAN PANGAN

BUDIDAYA KACANG TANAH DENGAN BEBERAPA CARA APLIKASI PENGAPURAN








Oleh:
Nama                             : Rahmad Setiawan
NPM                     : E1J013062
Kelompok(Shift)  : 3 (B1)
Dosen                             : Ir. Dotti Suryati, M.Sc
Co.Ass                 : Nurul Halimah


LABORATORIUM AGRONOMI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Indonesia selama ini dikenal sebagai negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sangat potensial untuk pengembangan usaha agribisnis di era globalisasi saat ini. Usaha ini diharapkan mampu memberi kontribusi besar terhadap sektor pertanian dalam meningkatkan perekonomian. Pembangunan sektor pertanian sebagai sektor pangan utama di Indonesia sangat penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini karena lebih dari 55% penduduk Indonesia bekerja dan melakukan kegiatannya di sektor pertanian dan tinggal di pedesaan (Notarianto, 2011)
Kacang tanah (Arachis hypogea) merupakan  salah satu tanaman palawija yang sangat berperan sebagai sumber pendapatan petani. Hal ini disebabkan  Kacang tanah secara ekonomi merupakan tanaman kacang-kacangan yang menduduki urutan kedua setelah kedelai. Kacang tanah memiliki peluang pengembangan agroindustri dalam mendukung pembangunan perekonomian daerah yang efisien dan efektif.  Pemanfaatan produk kacang tanah adalah sebagai kacang rebus,kacang tore, kacang goreng, bumbu gado-gado dan sate, tempe kacang tanah, sayur kacang dan industri pangan, pakan ternak (bungkil kacang tanah). Di samping sebagai sumber protein bahan pangan, kacang tanah mempunyai andil yang cukup besar setelah kedele, dalam kandungan protein (Marzuki, 2007).
 Hasil tanaman kacang tanah di Indonesia tergolong rendah, karena masih berada di bawah potensi produksi. Hasil kacang tanah lokal baru mencapai 1,45 t ha-1 (Adisarwanto, 2000). Kebutuhan kacang tanah domestik belum bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri pada saat ini. Indonesia masih memerlukan substitusi impor dari luar negeri. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka produksi kacang tanah nasional harus ditingkatkan. Dalam rangka mencukupi kebutuhan kacang tanah tersebut, pemerintah terus berupaya meningkatkan jumlah produksi melalui intensifikasi, perluasan areal tanaman, dan peningkatan produktivitas per satuan lahan (Pitojo, 2005).
Data BPS (2015) menyatakan Produksi kacang tanah tahun 2014 sebesar 638,90 ribu ton biji kering, menurun sebesar 62,78 ribu ton (8,95 persen) dibandingkan tahun 2013. Penurunan produksi tersebut terjadi di Jawa dan di luar Pulau Jawa masing-masing sebesar 46,48 ribu ton dan 16,31 ton. Penurunan produksi kacang tanah tersebut terjadi karena penurunan luas panen seluas 19,72 ribu hektar (3,80 persen) dan penurunan produktivitas sebesar 0,73 kuintal/hektar (5,40 persen). Produktivitas kacang tanah di Indonesia relatif rendah dibandingkan negara-negara lain produsen utama kacang tanah. Hal ini terlihat dengan nilai produktivitas kacang tanah di Indonesia yang hanya mencapai 13,52 kuintal per hektar masih lebih rendah dari negara lain di kawasan ASEAN seperti Filipina dan Vietnam. Hal ini menyebabkan produksi kacang tanah nasional tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik, sehingga menjadikan Indonesia sebagai salah satu importir kacang tanah di dunia.
 Menurut Suprapto (2001) beberapa kendala teknis yang mengakibatkan rendahnya produksi kacang tanah antara lain pengolahan tanah yang kurang optimal sehingga drainasenya buruk dan struktur tanahnya padat, pemeliharaan tanaman yang kurang optimal, serangan hama dan penyakit, penanaman varietas yang berproduksi rendah dan mutu benih yang rendah. Disamping hal diatas pemupukan dan pemberian kapur juga merupakan hal penting yang harus mendapat perhatian dalam rangka peningkatan produksi kacang tanah.
Tanah yang ada di Provinsi Bengkulu tergolong masam, dan rendah kandungan hara.  Menurut data BPTP Bengkulu (2014) bahwa 41,22% adalah jenis Ultisol. Tanah Ultisol mempunyai faktor pembatas dengan pH yang rendah berkisar 4,2 – 4,3. Potensi adanya keracunan Al cukup besar karena miskin kandungan bahan organik. Kandungan hara P pada tanah ini sangat rendah, hal ini disebabkan hara P terikat oleh hara Al. Hara Ca, Mg, Na dan K pada tanah jenis ini sangat minim. Tanah jenis ini mudah tercuci melalui erosi(Sudaryono, 2009). Salah satu teknik intensifikasi pertanian yang dapat dilakukan adalah pengapuran dan pemupukan. Pemupukan bertujuan menyediakan hara yang lengkap dan berimbang bagi tanaman. Pengapuran dilakukan guna peningkatan pH dengan demikan diharapkan hara dapat tersedia. Jenis pupuk yang sering digunakan adalah pupuk anorganik dan pupuk  organik(Dewanto at al, 2013).
Kapur sebagai bahan penyedia kalsium diambil dari tanah sebagai kation Ca+. Pemberian kapur tidak saja menambah Ca itu sendiri, namun mengakibatkan pula unsur lain menjadi lebih tersedia, baik pada lapisan ginofor maupun pada daerah akar tanaman. Tersedianya Ca dan unsur lainnya menyebabkan pertumbuhan generatif menjadi lebih baik, sehingga pengisian polong lebih sempurna dan mengakibatkan hasil menjadi lebih tinggi (Sutarto et al., 1985).

           Pengapuran pada tanah-tanah masam dapat memperbaiki kesuburan tanah, sebab akan menggiatkan kehidupan mikroorganisme dan unsurunsur Mo, P dan Mg akan meningkat dengan adanya pengapuran pada tanah masam dan pada waktu yang bersamaan akan menurunkan dengan nyata konsentrasi Fe, Al dan Mn dalam keadaan sangat masam dapat mencapai konsentrasi yang bersifat racun bagi tanaman (Hardjoloekito, 2009). Teknik pengapuran yang  tepat akan memperbaiki pertumbuhan tanaman sebab dapat meningkatkan  serapan hara dalam jaringan tanaman. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan pengujian teknik pengapuran yang tepat agar pertumbuahan dan hasil kacang tanah dapat optimum.

           
      

1.2.  Tujuan
Tujuan percobaan ini adalah untuk mendapatkan tenik pengapuran yang tepat dalam peningkatan produktivitas tanaman kacang tanah.


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.       Kacang Tanah
Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang tanah dibawa dan disebarkan ke benua Eropa, kemudian menyebar ke benua Asia sampai ke Indonesia (Purwono dan Purnamawati, 2007). Kacang tanah merupakan salah satu sumber protein nabati yang cukup penting di Indonesia, luas pertanamannya menempati urutan 4 setelah padi, jagung dan kedelai. Dalam meningkatkan produksi juga dituntut untuk tetap menjaga lingkungan agar tidak rusak sehingga produksi bisa lestari. Upaya untuk meningkatkan Kacang tanah dengan perluasan areal memanfaakan lahan kering yang belum dikelolah secara optimal, memanfaatkan limbah. pertanian sebagai pupuk untuk menekan biaya produksi serta pengelolaan tanaman secara baik (Arinong, 2008).
Berdasarkan klasifikasi tumbuhan, tanaman kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Leguminales
Famili : Papilionaceae
Genus : Arachis
Spesies : Arachis hypogaea L. (Adisarwanto, 2000)
Menurut Ingale S and Shrivastava (2011), bahwa setiap 100 g. Biji kacang tanah, mengandung 452 kalori, 25,3 protein, 42,8 Lemak, 21,1 g hidrat arang, 58 mg Kalcium, 335 mg Fosfor, 1,3 mg Besi, 0,3 mg vitamin B, 3 mg Vitamin C. Dan 4 g Air. Sementara batang dan daun mengandung karbohidrat dan klorofil serta Zat lain yang berguna untuk makanan ternak. Kacang tanah dapat dibudidayakan di lahan kering (tegalan) maupun di lahan sawah setelah padi. Kacang tanah dapat ditanam pada tanah bertekstur ringan maupun agak berat, yang penting tanah tersebut dapat mengatuskan air sehingga tidak menggenang. Akan tetapi, tanah yang paling sesuai adalah tanah yang bertekstur ringan, drainase baik, remah, dan gembur(Evita, 2012).
Tanaman Kacang Tanah, hidup semusim berumur pendek sekitar 3,5 bulan tergantung ketinggian dan cuaca. Tanaman kacang tanah berakar tunggang dan membentuk akar serabut, batang tidak berkayu, berbulu halus, dan membentuk cabang. Tinggi batang sekitar 50 cm, ada yang bertipe tegak dan ada yang bertipe menjalar.  Daun kacang tanah adalah daun majemuk bersirip genap, terdiri atas empat anak daun yang bentuknya bulat, elip atau agak lancip dan berbulu. Bunga kupu-kupu, tajuk daun berjumlah 5 dan 2 di antaranya bersatu berbentuk seperti perahu. Mahkota bunga berwarna kunig kemerahan. Buah berbentuk polong berada didalam tanah. Buah berisi 1-4 biji sesuai varietas, kulit tipis ada yang berwarna putih dan ada yang merah serta biji berkeping dua (Pitojo, 2005).
Menurut Marzuki (2007), akar kacang tanah serabut dengan batang tidak berkayu dan berbulu halus. Batang kacang tanah ada yang tumbuh tegak dan menjalar. Kacang tanah berdaun majemuk bersirip genap. Daunnya terdiri atas empat anak daun dengan tangkai daun agak panjang. Helaian anak daun dengan tangkai daun agak panjang. Helaian anak daun ini bertugas mendapatkan cahaya matahari sebanyak-banyaknya. Bunga keluar pada ketiak daun. Setiap bunga seolah-olah bertangkai panjang berwarna putih. Tangkai ini sebenarnya bukan tangkai bunga, tetapi tabung kelopak. Mahkota bunga (corolla) berwarna kuning. Bendera mahkota bunganya bergaris-garis merah pada pangkalnya. Umur bunganya hanya satu har, mekar di pagi hari dan layu pada sore hari. Bunga kacang tanah dapat melakukan penyerbukan sendiridan bersifat geotropis positif. Penyerbukan terjadi sebelum bunganya mekar.
            Kondisi lingkungan seperti suhu dan cuaca dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanamn kacang tanah. Pada fase vegetatif dan generatif dibutuhkan suhu yang optimal daripada panjang hari penyinaran matahari terhadap tanaman. Suhu optimal untuk tanaman kacang tanah berkisar antara 25o-35o C. Pada fase pembungaan membutuhkan spesifikasi suhu yang bebrbeda lagi yaitu berkisar 24o-27oC. Pada dasarnya kacang tanah memerluakan iklim yang lebih panas dibandingakan dengan jagung dan kedelai (Feronika, 2013).
Penandaan fase tumbuh kacang tanah didasarkan pada pertumbuhan jumlah buku pada batang utama dan perkembangan bunga hingga menjadi polong masak, serta buku-buku pada batang utama yang telah berkembang penuh. Fase vegetatif berlangsung sejak biji berkecambah hingga kanopi (tajuk) mencapai maksimum. Penandaan fase reproduktif ditandai dengan adanya bunga, buah dan biji. Pembungaan pada kacang tanah dimulai pada hari ke-27 sampai ke-32 setelah tanam yang ditandai dengan munculnya bunga pertama. Jumlah bunga yang dihasilkan setiap harinya akan meningkat sampai maksimum dan menurun mendekati nol selama periode pengisian polong. Ginofor (tangkai kepala putik) muncul pada hari ke-4 atau ke-5 setelah bunga mekar, kemudian akan memanjang, serta menuju dan menembus tanah untuk memulai pembentukan polong. Pembentukan polong dimulai ketika ujung ginofor mulai membengkak, yaitu pada hari ke-40 hingga hari ke-45 setelah tanam atau sekitar satu minggu setelah ginofor masuk ke dalam tanah (Trustinah, 1993).

2.2.       Tanah Ultisol
Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon Argilik atau Kandik dengan nilai kejenuhan basa yang rendah. Pada umumnya tanah ini berkembang dari bahan induk tua, seperti batu pasir dan batu liat. Ultisol merupakan tanah yang mengalami perkembangan profil dengan batas horizon yang jelas, berwarna merah hingga kuning. Mengenai konsistensi tanah, Ultisol memiliki konsistensi dimana semakin kebawah semakin teguh dan agregat berselaput liat. Ultisol di Indonesia umumnya terbentuk dari bahan induk yang mengandung kuarsa seperti tufa liparit, dasitik, atau riolit dan dijumpai di daerah pegunungan dengan ketinggian diatas 1,000 m dari permukaan laut seperti di puncak gunung Bukit Barisan dan di pegunungan di Irian Jaya, atau di daratan rendah seperti di Bangka, Bengkulu dan Kalimantan dengan rata-rata curah hujan 1,500 mm per tahun (Soepardi, 1999).
Soepraptohardjo (2001) melaporkan bahwa karakteristik tanah Ultisol mempunyai kemasaman tanah yang tergolong tinggi (pH 3.5-5.5), kandungan bahan organik kurang dari dua persen, jenis liat dominan adalah kaolinit dan gibsit, kapasitas tukar kation (KTK) rendah sampai tinggi bergantung pada tekstur dan mineral liat, kandungan hara terutama N, P, K, dan Ca rendah, permeabilitas lambat sampai sedang, dan vegetasi alamiah meliputi berbagai jenis pohon hutan tropis, alang-alang, pinus, melastoma, dan pakis.
Tanaman yang ditanam di Ultisol memberikan produksi yang baik pada beberapa tahun pertama, selama unsur-unsur hara di permukaan tanah yang terkumpul melalui proses biocycle belum habis. Reaksi tanah yang masam, kejenuhan basa yang rendah, kadar Al yang tinggi, kadar unsur hara yang rendah merupakan penghambat utama bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Untuk penggunaan yang berkaitan dengan pertanian, diperlukan pengapuran, pemupukan, dan pengelolaan tanah yang tepat (Hardjowigeno, 2007).
2.3.       Pengapuran
Tanah di daerah yang basah bersifat masam karena pencucian kationkation (Ca2+, Mg2+, Na+, K+) oleh air hujan kemudian digantikan oleh ion-ion H+, Al3+, dan Al(OH)+. Sebagian besar tanah yang menerima curah hujan lebih besar atau sama dengan 500 mm/tahun cenderung bersifat asam contohnya tanah ultisol. Tanah ultisol merupakan tanah dengan pencucian tinggi dan memiliki subsoil berupa liat. Selain itu penyebab tanah masam antara lain pelepasan H+ oleh akar tanaman, pelepasan asam organik selama proses dekomposisi. Teknik budidaya tanaman, untuk tanah-tanah yang bersifat masam membutuhkan pengapuran untuk meningkatkan pH terutama. Baik pemupukan maupun pengapuran untuk jenis tanah tersebut dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang optimum (Gardiner dan Miller, 2004).
Tanah yang masam memperngaruhi keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman. Tanaman yang tumbuh di media masam akan menghasilkan perakaran yang sedikit dan pendek (Sari dan Mattjik, 2004). Sebagian besar tanaman tidak dapat mencapai hasil yang optimum pada tanah yang sangat masam karena kerugian yang dapat ditimbulkan oleh tanah masam antara lain: keracunan aluminium, mengurangi aktivitas mikroorganisme, keracunan mangan, keracunan besi, kekurangan kalsium, kekurangan magnesium, kekurangan Nitrogen, fosfor, dan sulfur yang disebabkan oleh lambatnya dekomposisi bahan organik, dan lain-lain (Gardiner dan Miller, 2004).
Pengapuran dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi tanah bereaksi masam sehingga cukup baik bagipertumbuhan tanaman. Kemasaman merupakan sifat menonjol dari tanah yang terdapat di daerah bersuhu tropik. Kalsit merupakan kapur giling atau kapur tohor merupakan kapur mentah yang belum mengalami pembakaran. Syarat dari kapur kalsit yang akan kita pakai harus kalsit yang sudah memenuhi standar, harus mempunyai butiran 20 mesh dan 60 mesh, sedang kadar CaCO3-nya harus 90% (Jutono,2003).
Pengaruh kapur terhadap sifat fisik tanah sangat erat hubungannya dengan sifat biologi tanah. Agregasi zarah tanah yang semakin baik akibat pengaruh kapur akan mempengaruhi aerasi dan perkolasi di dalam tanah sehingga aktivitas biologi tanah semakin baik. Keadaan ini menyebabkan proses pelapukan bahan organik lebih cepat sehingga asam-asam organik banyak dihasilkan yang kemudian mengikat Al-dd (Wahyudin, 2006).

BAB III
METODOLOGI
3.1.  Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu pada bulan September hingga Desember 2015.

3.2.  Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan

·         Benih kacang tanah
·         Urea
·         SP 36
·         KCl
·         Dolomit
·         Furadan 3G

Alat yang digunakan

·         Cangkul
·         Arit
·         Ajir
·         Papan nama
·         Tali rafia
·         Penggaris atau meteran
·         Timbangan analitik



3.3.  Rancangan Penelitian
            Desain penelitian mengunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan faktor tungal dan empat ulangan. Faktor yang digunakan adalah teknik pengapuran, faktor ini terdiri lima taraf yang terdiri K0 tanpa pengapuran, K1 ditebar diatas lahan, K2 ditebar kemudian di aduk, K3 dikapur dilarikan, dan K4 dikapur dilubang tanam.
            Berdasarkan perlakuan tersebut didapat 20 satuan percobaan. Lahan percobaan dibuat petakan dengan ukuran 2 m x 2,4 m. Tanaman dibudidayakan dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm, sehingga didapat 60 tanaman dalam satu satuan percobaan. Sample diambil 6 tanaman tiap satuan percobaan.

3.4.  Prosedur Kerja
A.    Persiapan Tanam
1.        Membersihkan lahan dari gulma dan sisa-sisa tanaman lainnya pada lahan yang akan dijadikan tempat pertanaman kacang tanah.
2.        Mengolah lahan (mencangkul) hingga tanah menjadi gembur dan membentuk petakan dengan ukuran 2 m X 2,4 m = 4,8 m2 dengan jumlah 20 petakan.
3.        20 petakan tersebut masing-masing diberi perlakuan aplikasi pengapuran yang berbeda tiap 4 petakan, dengan cara aplikasi pengapuran antara lain :
§  K0 = 0 ton/Ha = tanpa pemberian kapur.
§  K1 = kapur 2 ton/Ha = kapur 960 gram/4,8 m2 dengan cara disebarkan merata dipermukaan tanah setelah pengolahan tanah.
§  K2 = kapur 2 ton/Ha = kapur 960 gram/4,8 m2 dengan cara disebarkan merata kemudian diaduk dengan tanah.
§  K3 = kapur 2 ton/Ha = kapur 960 gram/4,8 m2 dengan cara diberikan secara larikan atau alur pada salah satu sisi lubang tanam kemudian diaduk.
§  K4 = kapur 2 ton/Ha = kapur 960 gram/4,8 m2 dengan cara diberikan pada tempat lubang tanam kemudian diaduk sebelum ditugal.
4.        Memasang ajir atau patok dengan jarak 40 cm pada kedua sisi petak bagian utara dan selatan. Ajir pertama dipasang ½ jarak tanam, yaitu 20 cm dan 10 cm dari pinggir petak.
5.        Merentangkan tali rafia yang sudah diberi tanda jarak tanam, satu tali dengan tanda berjarak 40 cm dan satu tali lagi dengan berjarak 20 cm. Membuat tugal benih sesuai tanda pada rentangan tali tersebut sedalam 3-5 cm.
6.        Membuat alur pupuk pada salah satu sisi tali dengan jarak 7-8 cm dengan dalam kored sedalam 5-8 cm.
7.        Pemupukan awal dilakukan dengan memberi pupuk urea ½ dosis dan SP 36 kedalam alur pupuk secara merata. Apabila tanaman telah berumur 21 HST, barulah diberikan ½ dosis Urea lagi dan KCl. Untuk dosis setiap pupuk, antara lain :
§  Untuk dosis Urea = 75 kg/Ha = 36 gram/4,8 m2 untuk 2 kali pemupukan
§  Untuk dosis SP 36 = 100 kg/Ha = 48 gram/4,8 m2 untuk 1 kali pemupukan
§  Untuk dosis KCl = 100 kg/Ha = 48 gram/4,8 m2 untuk 1 kali pemupukan
8.        Menanam benih kacang tanah sebanyak 2 biji/lubang tanam dengan kedalaman 3-5 cm pada lubang tanam yang sebelumnya sudah diberi Furadan 3G. Lubang tanam yang dibuat hendaknya jangan terlalu dalam atau terlalu dangkal.
9.        Setelah semua lubang tanam dan alur pupuk terisi, barulah menutup lubang tanam dan alur pupuk dengan baik.
10.    Memasang label pada setiap petakan sesuai dengan perlakuan aplikasi kapur yang telah ditentukan dengan bertuliskan nama, NPM dan perlakuan.
B.     Pemeliharaan
1.      Menentukan sampel pada setiap petakan secara acak dan sampel tidak diberlakukan untuk tanaman yang berada dipinggir petakan. Sampel yang dibutuhkan sebanyak 6 sampel.
2.      Setelah selesai tanam, maka setiap petakan dilakukan penyiraman sesuai dengan kebutuhan tanaman terutama jika tidak adanya hujan.
3.      Melakukan penyiangan jika petakan telah ditumbuhi oleh gulma.
4.      Melakukan penyulaman 7 HST jika ada tanaman yang tidak hidup atau pertumbuhannya tidak normal.
5.      Melakukan penjarangan pada saat tanaman berumur 14 HST dengan cara menyisakan tanaman yang paling sehat/baik.
C.    Pengamatan
1.        Tinggi tanaman (cm), mengukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi dan dilakukan setiap 2 minggu sekali dimulai pda saat tanaman berumur 3 MST.
2.        Jumlah cabang, mengamati dengan menghitung jumlah cabang yang terbentuk pasa satu tanaman dan dilakukan pada saat panen.
3.        Jumlah polong total, menghitung dari seluruh polong yang terbentuk pada satu tanaman dan dilakukan pada saat panen.
4.        Jumlah ginofor, menghitung dari seluruh ginofor yang terbentuk dan yang telah menjadi polong pada satu tanaman, dilakukan pada saat panen.
5.        Bobot polong per tanaman (gram), menimbang seluruh polong yang ada pada satu tanaman dan dilakukan pada saat panen.
D.    Analisis Data
            Data yang diperoleh akan dianalisis mengunakan Analisis Varian (ANAVA) pada taraf 5%. Jika terdapat pengaruh nyata maka akan dianalisis lanjut  dengan uji BNT taraf 5%.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.  Hasil
Tabel 1. Tinggi Tanaman
PERLAKUAN
ULANGAN
JUMLAH
RATAAN
1
2
3
4
K0
17,18
36,5
31,72
22,12
107,52
26,88 (b)
K1
40
42,33
37,5
33,87
153,7
38,425 (a)
K2
31,43
38
34,58
34,5
138,51
34,6275 (a)
K3
38,66
36,36
36,41
32,63
144,06
36,015 (a)
K4
40,73
35,67
35
28,6
140
35(a)
JUMLAH
168
188,86
175,21
151,72
683,79





FK
23378,44
 Angka yang diikuti huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada BNT 5%


VARIABEL
DB
JK
KT
F hit
F tab
PERLAKUAN
4
302,1978
75,54945
3,728443
3,259167
ULANGAN
3
143,4822
47,82741
2,360331
3,490295
GALAT
12
243,1561
20,263


JUMLAH
19
688,8361





Uji BNT 5%:
BNT = t5%
=2,18   = 6,94
Urutan besar ke kecil
K1                   K3                   K4                   K2                   K0
 b
 
 a
 
38,425             36,015             35                    34,6275           26,88








Tabel 2. Jumlah Cabang
PERLAKUAN
ULANGAN
JUMLAH
RATAAN
1
2
3
4
K0
7,66
9,33
6,38
22,75
46,12
11,53 (a)
K1
12,5
8,66
10,16
10,83
42,15
10,5375 (a)
K2
6,16
8,83
7,67
8,16
30,82
7,705 (a)
K3
8
9,83
10,16
6,83
34,82
8,705 (a)
K4
8,5
8,83
8,67
6,66
32,66
8,165 (a)
JUMLAH
42,82
45,48
43,04
55,23
186,57


FK
1740,418

Angka yang diikuti huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada BNT 5%

VARIABEL
DB
JK
KT
F. HIT
F.TABEL
PERLAKUAN
4
42,74608
10,68652
0,73859
3,259167
ULANGAN
3
20,53722
6,845738
0,473138
3,490295
GALAT
12
173,6258
14,46881


JUMLAH
19
236,9091




Uji BNT 5%:
BNT = t5%
=2,18   = 5,86
Urutan besar ke kecil
K0                   K1                   K3                   K4                   K2
 a
 
11,53               10,5375           8,705               8,705               7,705


Tabel 3. Jumlah Ginofor
PERLAKUAN
ULANGAN
JUMLAH
RATAAN
1
2
3
4
K0
67,83
11,67
18,83
26,1
124,43
31,1075 (a)
K1
59,5
12,5
75,83
20,5
168,33
42,0825 (a)
K2
11,16
75,5
28,83
13
128,49
32,1225 (a)
K3
17,5
12,66
14,3
45
89,46
22,365 (a)
K4
18,83
25,67
20
23,16
87,66
21,915 (a)
JUMLAH
174,82
138
157,79
127,76
598,37





FK
17902,33

Angka yang diikuti huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada BNT 5%

VARIABEL
DB
JK
KT
F hit
F.Tab
PERLAKUAN
4
1101,382
275,3456
0,42123
3,259167
ULANGAN
3
262,934
87,64466
0,134081
3,490295
GALAT
12
7844,05
653,6708


JUMLAH
19
9208,366




Uji BNT 5%:
BNT = t5%
=2,18   = 39, 41
Urutan besar ke kecil
K1                   K2                   K0                   K3                   K4
 a
 
42,0825           32,1225           31,1075           22,365             21,915


Tabel 4. Jumlah polong
PERLAKUAN
ULANGAN
JUMLAH
RATAAN
1
2
3
4
K0
32,33
23,5
22,33
26,5
104,66
26,165 (a)
K1
33,33
37,6
56,33
26,5
153,76
38,44 (a)
K2
20,66
46,67
22,67
24,3
114,3
28,575 (a)
K3
25,66
25,5
28,3
23
102,46
25,615 (a)
K4
38,67
35,67
25,66
24,3
124,3
31,075 (a)
JUMLAH
150,65
168,94
155,29
124,6
599,48





FK
17968,81

Angka yang diikuti huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada BNT 5%

VARIABEL
DB
JK
KT
F hit
F.Tab
PERLAKUAN
4
433,4077
108,3519
1,3626
3,259167
ULANGAN
3
206,4445
68,81484
0,865394
3,490295
GALAT
12
954,2223
79,51852


JUMLAH
19
1594,074




Uji BNT 5%:
BNT = t5%
=2,18   = 13,74

Urutan besar ke kecil
K1                   K4                   K2                   K0                   K3
 a
 
38,44               31,075             28,575             26,165             25,615



Tabel 5. Bobot Polong Per Tanaman
PERLAKUAN
ULANGAN
JUMLAH
RATAAN
1
2
3
4
K0
58,6
33,4
30
46,77
168,77
42,1925 (b)
K1
60,18
88,5
76,55
56,7
281,93
70,4825 (a)
K2
44,63
77,5
39,29
39,31
200,73
50,1825 (b)
K3
50,25
42,45
40,73
42,18
175,61
43,9025 (b)
K4
67,53
56,1
57,75
44,5
225,88
56,47 (a), (b)
JUMLAH
281,19
297,95
244,32
229,46
1052,92





FK
55432,03

Angka yang diikuti huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada BNT 5%

VARIA BEL
DB
JK
KT
F Hit
F.Tab
PERLAKUAN
4
2098,228
524,557
3,303939
3,259167
ULANGAN
3
605,2082
201,7361
1,270641
3,490295
GALAT
12
1905,206
158,7672


JUMLAH
19
4608,642




Uji BNT 5%:
BNT = t5%
=2,18   = 19,42
Urutan besar ke kecil
K1                   K4                   K2                   K3                   K0
 a
 
70,4825           56,47               50,1825           43,9025           42,1925


 








Grafik 1. Rataan variabel pengamatan


Grafik 2. pertumbuhan tanaman

4.2.  Pembahasan
            Hasil pengamatan pertumbuhan kacang tanah diamati dengan beberapa variabel indikator. Indikator ini meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah ginofor, jumlah polong, dan bobot polong pertanaman. Indikator ini akan dijadikan acuan dalam penentuan metode pengapuran yang tepat dalam budidaya kacang tanah. Hasil masing masing variabel beragam pada setiap perlakuan yang diperoleh beragam. Keberagaman ini menunjukkan adanya kelebihan dan kekurangan masing masing perlakuan. Hasil ini dapat kita lihat dalam uji F maupun sidik ragam masing masing variabel terpisah yang dilakukan.
Perlakuan berbagai teknik pemberian kapur berbedanyata secara statistik terhadap pertumbuhan tanaman. Hal ini berarti teknik dan pemberian kapur efektif dalam budidaya tanaman kacang tanah dengan peningkatan tinggi tanaman yang didapat. Peningkatan tinggi tanaman tertinggi terlihat pada perlakuan K1 dengan teknik pengapuran disebar dipermukaan. Tinggi tanaman yang kedua ditempati oleh perlakuan K3 dengan selisih rata rata sebesar 2,4.  Perlakuan terrendah ditepati oleh K0 yaitu tanpa dilakukan pengapuran.
Uji lanjut terhadap rata rata tinggi tanaman menunjukkan hasil yang cukup baik. Hal ini dapat kita lihat pada huruf yang mengikuti rataan hasil. Berdasar uji BNT bahwa seluruh pelakuaan dikatagorikan sama kecuali K0. Hal ini berarti seluruh perlakuan dapat disarankan untuk digunakan, namun yang paling disarankan adalah K1. Hal ini didasarkan pada nilai rataan hasil yang tetinggi. Efikasi pengapuran dalam hal ini sangat terlihat dengan analisis BNT terbukti lahan yang diperlakukan memiliki nilai yang lebih baik dai lahan yang dijadikan kontrol pada pecobaan ini. Hal ini diduga dengan adanya pengapuan maka terjadi peningkatan ketersediaan hara bagi tanaman sehingga terjadi peningkatan penyerapan hara oleh tanaman. Dengan demikian terjadi peningkatan tinggi tanaman pada setiap perlakuan pengapuran jika dibandingkan lahan yang tidak dikapur.
Jumlah cabang dari kacang tanah pada pelakuan teknik pengapuran didapat berbeda tidak nyata secara anava 5%. Hal ini berarti pemberian kapur tidak meningkatkan jumlah cabang primer yang terbentuk pada kacang tanah. Pengapuran secara keseruhan baik dalam variabel jumlah cabang. Pengaruh pengapuran secara uji lanjut tidak didapatkan pemenang artinya teknik pengapuran ini akan memberikan nilai yang sama secara rataan jumlah cabang yang terbentuk pada kacang tanah.
Teknik pengapuran memang meningkatkan tinggi tanaman namun pada variabel jumlah cabang tidak secara signifikan terjadi perbedaan. Hal ini didiga pengapuran tidak memberikan efikasi terhadap jumlah cabang primer kacang tanah. Berdasarkan keadaan ini seluruh perlakuan dapat digunakan, namun secara rataan tertinggi jumlah cabang ditempati oleh perlakuan K0. Hubungan kedua variabel pertumbuhan pada kedua pengaman yang teramati diatas belum terjadi dominasi. Hal ini diduga adanya peningkatan dan perbaikan penyediaan hara pada pengapuran dalam penyerapan hara terjadi pada K1 tidak sepenuhnya meningkatkan jumlah cabang, sehingga mendominasi pertumbuhan tananaman.
Ginofor merupakan salah satu komponen hasil yang vital dari kacang tanah, hal ini disebabkan ginofor merupakan penentu jumlah polong yang terbentuk. Ginofor pada dasarnya adalah dasar batang polong atau tangkai bunga kacang tanah yang berhasil mencapai dan masuk dalam tanah. Variabel ini berdasarkan analisis anava F 5% diperoleh nilai beda tidak nyata. Hal ini berarti pengapuran tidak dapat memberikan peningkatan yang signifikan pada ginofor kacang tanah.
Uji lanjut pada variabel ginofor kacang tanah menunjukkan nilai klasifikasi jumlah yang sama baiknya secara statistik. Pengapuran berkaitan dengan ginofor kacang tanah dapat disarankan secara keseluruhan perlakuan. Nilai genofor kontrol juga memiliki rataan yang cukup tinggi, dan lebih tinggi dibandingkan perlakuan pengapuran pada K4 dan K5. Hal ini diduga pada perlakuan K4 dan K5 ketersediaan hara cenderung menurun pada fase generatif sehingga pembentukkan ginofor kurang optimal terjadi. Berdasarkan nilai rata- rata ginofor yang teramati bahwa perlakuan K1 lebih banyak terbentuk. Dengan demikian perlakuan dapat digunakan untuk teknik pengapuran, hal tersebut didasarkan pada tiga variabel pertumbuhan yang ada seluruhnya didominasi oleh perlakuan K1.
Polong merupakan perkembangan lanjutan dari ginofor yang terbentuk, variabel jumlah polong pada pengamatan ini secara statistika berbeda tidak nyata antar perlakuan. Hal ini berarti teknik pengapuran kurang signifikan dalam peningkatan jumlah polong yang dapat terbentuk. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah kekerasan tanah saat masa generatif. Berdasarkan keadaan lapang bahwa masa generatif kacang tanah masih musim kemarau sehingga dimungkinkan terjadi pengerasan tanah sehingga ginofor yang terbentuk tidak dapat sempurna menjadi polong yang bernas.
Analisis lanjut pada variabel jumlah ginofor didapat bahwa tidak ada perlakuan yang diunggulkan dalam pembentukan ginofor kacang tanah, secara statistik dianggap bernilai sama. Nilai rataan tertinggi dipeoleh pada perlakuan K1, yang berarti perlakuan ini memberikan efekasi yang baik walaupun tidak signifikan dalam staistik. Perlakuan ini dapat digunakan sebagai salah satu teknik pengapuran dalam rangka peningkatan hasil pada kacang tanah.
Faktor produksi yang diamati sebagai variabel berikutnya adalah berat polong per tanaman. variabel ini secara analisis varian menunjukkan beda nyata. Hal ini berarti sekrang kurangnya terdapat salah satu perlakuan menunjukkan hasil signifikan terhadap berat polong kacang tanah. Pemberian kapur pada variabel ini sangat mempengaruhi dengan adanya peningkatan serapan hara, sehingga pada masing masing sampel terjadi peningkatan bobot polongnya.
Uji BNT menunjukkan dominasi rataan bobot polong terbaik pada perlakuan K1 dan K5. Hal ini dapat kita lihat berdasar variabel huruf yang mengikuti angka rataan tersebut sama, yang berarti secara staistik angka tersebut sama diunggulkan. Angka tertinggi pada variabel ini pada perlakuan K1. Hal ini diduga erat kaitanya dengan penyeapan hara dan jumlah polong yang tebentuk pada perlakuan ini. Adanya pengapuran terjadi pH sehingga ketersediaan hara meningkat dan terjadi penggisian polong yang lebih optimal. Disisi lain tinggi tanaman pada perlakuan K1 lebih dominan sehingga terjadi pengunaan cahaya matahari lebih baik dalam fotosintesis. Hal ini secara tidak langsung tentu cukup berpengaruh dalam peningkatan yang signifikan berat polong kacang tanah.
Pembuatan blok pada percobaan ini secara keseluruhan variabel pengamatan berbeda tidak nyata. Hal ini berarti pembuatan blok memiliki efikasi yang tinggi dalam pertumbuhan tanaman. Blok yang membagi setiap tanaman pada dasarnya untuk mendapatakan keseragaman gradien, dengan demikian dinilai efektif, disisi lain ada keuntungan yang didapat berarti terjadi penyamaan peningkatan antar blok pada tiap perlakuan sehingga nilai blok relatif seragam pada setiap perlakuan.
Grafik hubungan variabel antar tanaman pada setiap pelakuan menunjukkan dominasi perlakuan tertentu. Trens yang ditunjukkan mengarahkan pada salah satu perlauan yang dapat kita gunakan sebagai perlakuan terbaik yang dapat kita sarankan dalam teknik pengapuran untuk budidaya kacang tanah. Berdasarkan grafik tersebut diperoleh bahwa secara keseluruhan perlakuan K1 diunggulan, walaupun dalam variabel pertumbuhan jumlah cabang didominasi oleh K0.
Pertumbuhan tanaman pada kacang tanah berdasakan hasil yang diperoleh didapat peningkatan secara periodik. Hal ini berarti terjadi pertumbuhan yang baik dan bersarakan teori yang ada pertumbuhan tanaman terjadi dengan bentuk sigmoid, dengan dominasi pada masa vegetatif menuju generatif. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa pertumbuhan tanaman juga terjadi secara sigmioid bekala seperti teori petumbuhan yang ada.



BAB V
PENUTUP
5.1.  Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan bahwa pembudidayaan kacang tanah sebaiknya dilakukan dengan teknik pengapuran disebar dipermukaan (K1). Hal ini didasarkan pada seluruh variabel pengamatan secara keseluruhan didominasi oleh K1. Dengan demikian K1 cukup efektif untuk pembidayaan kacang tanah dengan teknik pengapuran guna peningkatan hasil yang lebih optimum.

























DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. 2000. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan Kering. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.
Arinong R. 2008. Peningkatan Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogeae L.) dengan Pemberian Jerami Padi dan Pupuk Kandang. Jurnal Agrisistem 2(2): 70-73.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2015. Statistik Tanaman Pangan Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik .
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu( BPTP Bengkulu). 2014. Pemanfaatan Lahan Kering Masam Dengan Tumpangsari Jagung Dan Kacang Tanah Di Provinsi Bengkulu. Kota Bengkulu:  Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
Dewanto, F. G., Londrok., R.A.V.Tuturong. 2013. Pengaruh Pemupukan Anorganik Dan Organik Terhadap Produksi Tanaman Jagung Sebagai Sumber Pakan. Jurnal Zootek. 32(5):1-8.
Evita. 2012. Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Pada Perbedaan Tingkatan Kandungan Air. Jurnal Agroteknologi 1(1) : 30 – 36.
Feronika M. dkk.  Evaluasi Produktifitas dan Kualitas Beberapa Varetas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) di Tanah Bertekstur Liat. Jurnal Agroteknologi 1(2) : 201 – 213.
Gardiner, D.T. and R.W. Miller. 2004. Soils in Our Environment. Pearson. USA.
Hardjoloekito.2009. Pengaruh Pengapuran Dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine Max, L.) Pada Tanah Latosol. Jurnal MEDIA SOERJO.5(2):1-19
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Ingale S and Shrivastava K. S. 2011. Nutritional study of new variety of groundnut (Arachis hypogaea L.) JL-24 seeds. Jurnal Food Science 5(8) : 490 – 498.
Jutono. 2003. Dampak Pengapuran terhadap Beberapa Sifat Mikrobiologi Tanah. Yogyakarta : Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM.
Marzuki, R. 2007. Bertanam Kacang Tanah. Jakarta : Penebar Swadaya.
Notarianto.2011. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Padi Organik Dan Padi Anorganik.Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang
Pitojo, S. 2005. Benih Kacang Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Purwono, dan H.Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Bogor.
Sari, F. dan N.A. Mattjik. 2004. Pengaruh media tanam dan SADH terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman african violet (Saintpaulia ionatha). Jurnal Bul. Agron. 32 (1): 32-38.
Soepardi, G. 1999. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soepraptohardjo. 2001. Jenis-jenis Tanah di Indonesia. Lembaga Penelitian Tanah. Bogor.
Sudaryono.2009. Tingkat Kesuburan Tanah Ultisol Pada Lahan Pertambangan Batubara Sangatta, Kalimantan Timur. Jurnal Tek. Ling. 10(1): 337 – 346.
Suprapto. 2001. Bertanam Kacang Tanah. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutarto, V, S. Hutami, dan B.Soeherdy.1985. Pengapuran dan Pemupukan Molibdenum, Magnesium, dan Sulfur pada Kacang Tanah. Dalam seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan volume 1 Palawija. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. 227 : 146-155.
Trustinah. 1993. Biologi Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Malang. Malang.
Wahyudin, U.M. 2006. Pengaruh pemberian kapur dan kompos sisa tanaman terhadap aluminium dapat ditukar dan produksi tanaman pada tanah Vertic Haludult dari Gajrug, Banten. Jurnal Bul. Agron 34 (3):141-147.



















EVALUASI
1.      Apa yang dimaksud ginofor pada kacang tanah?
Jawab: ginofor merupakan tangkai ovari kacang tanah yang memanjang dan belum terbentuk polong.

2.      Apakah fungsi kapur yang diberikan ke media pertumbuhan tanaman kacang tanah?
Jawab: Kapur berfungsi untuk meningkatkan pH tanah sehingga tanah dapat sesuai kebutuhan atau syarat tumbuh tanaman kacang tanah, selain itu juga diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan hara ditanah.

3.      Sebutkan faktor lingkungan yang mempengaruhi jumlah dan bernasnya polong kacang tanah!
Jawab: ketersediaan air, hara tanah, kedalaman tanah, suhu, lama penyinaran

4.      Termasuk jenis apakah bunga kacang tanah? Jelaskan!
Jawab: bunga pada kacang tanah tergolong jenis atau kleistogami (cleistogamie) yaitu proses penyerbukan bunga yang terjadi ketika bunga masih kuncup. Proses penyerbukan berupa autogamie.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar